Rabu, 28 Mei 2014

Jadi Miliarder Setelah Berkunjung ke Indonesia

 
Usia Nick Woodman masih terbilang muda. Namun siapa sangka, pria berusia 36 tahun itu seorang miliuner di Amerika Serikat. Uniknya, kisah sukses menjadi miliuner ini bermula saat Woodman berwisata ke Indonesia.
Sebelum menjadi miliuner, sepuluh tahun lalu Woodman berwisata di Pulau Bali. Ia menghabiskan waktu selama lima bulan bersama istri di Bali. Sebuah ide brilian pun muncul di Pulau Dewata ini.
Ide itu muncul saat Woodman kerap frustasi lantaran tidak bisa mengambil gambar bagus saat dirinya melakukan aksi surfing. Kamera yang diikat dengan karet di tangan kerap terlepas saat surfer tengah meluncur.
Frustasi Woodman menimbulkan ide untuk membuat tali elastis kuat yang bisa mengikat kamera di tubuh surfer. Untuk memuluskan ide tersebut, Woodman memborong 600 ikat pinggang yang dibuat dari kulit kerang di Bali. Harga ikat pinggang yang hanya 1.90 dollar AS atau Rp 19 ribu itu lalu dijual dengan harga 60 dollar AS atau setara Rp 600 ribu. Ikat pinggang itu dijual di pantai-pantai California.
Berbekal uang penjualan ikat pinggang asal Indonesia tersebut, dan ditambah dana pinjaman 35 ribu dollar AS dari ibu, Woodman menciptkan tali ikat bagi kamera GoPro. Tali ikat kamera itu rupanya diburu surfer.
Tanda-tanda keberhasilan mulai terjadi di tahun 2004 ketika sebuah perusahaan Jepang membeli 100 kamera di sebuah pameran perdagangan olahraga petualangan. Akhirnya Woodman mulai mendesain kamera dan peralatan tambahan lainnya, sehingga para atlet seperti para pembalap mobil bisa merekam diri sendiri ketika sedang membalap.
Dengan perkembangan internet, mereka yang menggunakan GoPro mulai mengirim pengalaman mereka online dan iklan dari mulut ke mulut ini dengan cepat menyebar. Sekarang kamera GoPro dan peralatannya dijual seharga 300 dollar (Rp 3 juta), dan perusahaannya sudah mempekerjakan 150 orang dan Woodman menjadi miliuner baru di Amerika Serikat.
Woodman pun tercatat sebagai pendiri dan sekarang direktur perusahaan GoPro. Dan bulan lalu, perusahaan teknologi Foxconn membeli 8,88 persen saham perusahaan Woodman bernilai 200 juta dolar AS.
Menurut laporan Sydney Morning Herald, Woodman masih menjadi pemilik saham mayoritas, dan bilapun dia hanya memegang saham 51 persen, dia sekarang menjadi miliuner terbaru Amerika Serikat dengan nilai kekayaan paling sedikit 1.15 miliar dollar AS.





sumber:  http://forum.viva.co.id/aneh-dan-lucu/691879-aneh-jadi-milarder-setelah-berkunjung-ke-indonesia.html

Jumat, 18 April 2014

Blunder Singapura Jilid Dua

 

Drama jurnalistik berjudul KRI Usman Harun terjadi sepanjang tiga hari menjelang Paskah 18 April 2014. Kali ini lakon utamanya adalah sebuah saluran televisi Channel News Asia Singapura yang menghadirkan pria berbintang empat dan ganteng, orang nomor satu di jajaran militer Indonesia, Jenderal Moeldoko. Panglima militer RI itu tiba-tiba jadi bintang pemberitaan dan “divonis” lewat terjemahan bahasa Inggris yang tak sesuai, bahwa Indonesia meminta maaf atas penamaan KRI Usman Harun kepada Singapura.
Wawancara salah terjemahan yang ditayangkan tanggal 15 April 2014 itu lalu direspons oleh Menhan Singapura Ng Eng Hen dalam hitungan jam. Dia bilang, Singapura menyambut baik permintaan maaf Indonesia dan bersedia memulai kembali kerjasama militer kedua negara. Sambutan positif Singapura itu adalah keterkecohan April Mop dan menjadi blunder lanjutan. Respon cepat ini menunjukkan sikap ketergesaan Menhannya pada sebuah pemberitaan media setempat.
Beberapa waktu lalu Menlu Singapura K. Shanmugam telah membuka front keangkuhan negaranya dan merasa keberatan dengan penamaan sebuah kapal perang pemukul Indonesia yang baru yaitu KRI Usman Harun. Karena menurut mereka 2 orang KKO Indonesia itu dianggap teroris di negaranya, melakukan sabotase di Orchard 10 Maret 1965. Indonesia telah memberikan penghargaan pahlawan langsung kepada keduanya manakala jenazahnya tiba di Jakarta tanggal 20 Oktober 1968. Dan PM Singapura waktu itu Lee Kuan Yew telah pula menziarahinya tahun 1973 sebagai bentuk pengakuan kepahlawanan mereka. Artinya persoalan emosi nasional kedua bangsa selesai.
Pernyataan Menlu Shanmugam itu kita anggap blunder diplomatik karena tidak memahami persepsi kebangsaan yang dimiliki tiap bangsa di muka bumi ini. Lebih penting dari itu dia tidak paham dengan jalan cerita sejarah dalam konteks “waktu itu”. Negeri mungil yang sejahtera itu berupaya mendikte Indonesia tetapi sekali ini mendapat perlawanan total football dari seluruh jajaran pemerintahan, parlemen dan rakyat Indonesia.
Seorang Menlu yang membawahi seluruh diplomatnya dan cermin wajah kecerdasan diplomatik Singapura mesti memahami persepsi kebangsaan pada apa yang disebut nilai-nilai kepahlawanan. Tapi ketika kita bicara sejarah Singapura kita pun baru “paham” karena memang mereka memang tak punya pahlawan patriotik dan taman makam pahlawan.
Akurasi pemberitaan seorang reporter dalam menulis atau menyampaikan sesuatu haruslah dicermati lebih dulu sebelum ditayangkan atau diterbitkan. Banyak reporter kita hanya berlomba mengejar “terbitnya berita” tanpa kedalaman kecermatan isi berita. Beberapa wartawan kita yang meliput Kemhan dan TNI ada yang tak paham dengan “istilah militer” ketika dia ikut merekam atau bertanya kepada figur petinggi Kemhan dan militer RI.
Masih ingat nama pesawat tempur Super Tucano disebut Super Volcano dan menjadi running text layar kaca. Lalu ditulis pula bahwa Indonesia telah memiliki kapal selam Scorten padahal maksudnya yang punya kapal selam Scorpene itu Malaysia. Sudah salah tulis nama kapal selam, nama yang mempunyai kapal selam salah pula. Benar-benar konyol. Ada juga yang tidak bisa membedakan jet tempur A4 Skyhawk dengan Hawk. Pernah juga presenter berita sebuah TV swasta menganggap Sucad itu adalah senjata Sukhoi, padahal itu istilah singkatan dari kata suku cadang. Lebih parah lagi kata itu dibaca “Sukad” dan diulang berkali-kali.
Wawancara Panglima TNI dengan Channel News Asia dilakukan dengan bahasa Indonesia baru diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Orang Indonesia kan kalau bicara selalu mengedepankan suasana rendah hati. Jadi kalimat “mohon maaf” atau “maaf ya” selalu mendahului dari maksud kalimat utama. Ada juga beberapa makna kata dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah selalu memiliki makna tak selaras. Dalam bahasa Jawa yang sekarang sedang hot dibicarakan “aku rak popo” kalau diartikan tersurat artinya aku tak apa-apa. Tapi dalam kultur Jawa kalimat ini merupakan ungkapan kepedihan dan bertentangan dari maksud yang terucap.
Blunder media dan respon pemerintah Singapura terhadap wawancara TV itu tidak perlu jua kita tanggapi secara berlebihan. Cukup saja bilang: “aku rak popo” atau “oh ndak papa”. Kalimat ini pun kalau dia paham pasti merupakan kalimat sindiran yang artinya “ makanya jangan merasa hebat, jago mendikte akhirnya isin dewe”. Kalau diterjemahkan dalam bahasa Inggris bisa jadi gak karuan. Itulah kekayaan bahasa Indonesia dan kultur pendukungnya.
Singapura itu sejatinya sedang gelisah pada jati diri dan eksistensinya yang selalu merasa terancam terutama pada dua jirannya Indonesia dan Malaysia. Jadi orang yang gelisah itu pasti sensitif. Kegelisahan dia boleh jadi karena militer Indonesia mulai menggeliat, ekonomi tumbuh pasti, kekuatan ekonomi dalam sebutan PDB kita menjulang di 15 besar dunia jauh mengungguli Singapura dan negara ASEAN lainnya.
Dia lalu membayangkan Indonesia 10 sd 20 tahun ke depan, militernya jadi macan, ekonominya jadi beruang, rakyatnya makin sejahtera dalam bingkai nasionalis yang kuat. Tiga indikator ini yang membuat negeri itu galau meski pun kesejahteraan mereka masih tetap menjulang tak tertandingi di rantau ASEAN. Kehadiran batalyon Marinir di Batam menambah was-was itu. Apalagi misalnya kita letakkan MLRS Astross dan Caesar Nexter di Batam.
Jadi, tetaplah kita berjalan tegak. Isian alutsista terus kita perbanyak. Kalau nanti kafilah 3 kapal perang “Bung Tomo Class” yang salah satunya bernama KRI Usman Harun tiba di tanah air Juli tahun ini kita sambut dengan pekik kebangsaan tapi tak usah berteriak berlebihan. Dan kalau pun tetangga sebelah Batam itu bertanya mengapa kita berteriak kita jawab saja : Aku rak popo.

sumber:  http://analisisalutsista.blogspot.com/2014/04/blunder-singapura-jilid-dua.html

Rabu, 16 April 2014

Mengapa Militer Rusia yang Kuat Baik untuk Dunia?


Situasi di Ukraina telah membuktikan bahwa Amerika dan sekutu NATO-nya tidak lagi dapat melenturkan otot kekuatan militer mereka dan bertindak seperti tukang gertak internasional.

Sebelum menulis opini ini, saya ingin menekankan bahwa saya adalah pecinta damai dan saya percaya bahwa kerjasama antarpemimpin dunia dapat menciptakan kondisi yang lebih baik demi kepentingan umat manusia. Ketika ada masalah genting yang perlu ditangani, pemimpin dengan pandangan politik dan nilai yang berbeda-beda dapat bekerja sama, contohnya adalah G-20, kelompok yang terbentuk ketika ekonomi global tampak sangat rapuh. Jadi, jika secara ekonomi “para bocah besar” itu bisa bekerja sama, maka secara politis mereka juga seharusnya mampu.

Peristiwa di Ukraina baru-baru ini telah menyebabkan hiruk-pikuk media dan pernyataan tajam dari politisi Barat sungguh membangkitkan minat retorika. Tapi saya tidak ingin membuat pernyataan mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat menjadi penting dengan menanggapinya. Faktanya adalah, tentara Rusia telah menunjukkan tingkat profesionalisme yang luar biasa dan operasi di Krimea terjadi tanpa pertumpahan darah. Tidak satu pun tembakan pecah selama peristiwa tersebut dan kini semenanjung sudah berada dalam kondisi tenang.

Rusia tidak ingin membuat kekacauan di Ukraina, karena jelas ini bertentangan dengan kepentingan terbaik Moskow. Namun, campur tangan Amerika di negara bekas Republik Soviet adalah bagian dari kebijakan lama yang berlarut-larut untuk melemahkan saingan Perang Dingin mereka. Pemerintah Amerika jelas tengah mencoba menciptakan situasi panas di Ukrania untuk melihat seberapa jauh mereka dapat memprovokasi Rusia.

Mari kita membayangkan situasi jika Moskow mendorong, mendukung, mensponsori, dan mempersenjatai rezim boneka anti-Amerika di Meksiko. Akankah Amerika hanya duduk diam? Apakah Amerika Serikat menolak untuk campur tangan terhadap urusan negara-negara Amerika Latin? Apakah Amerika mengikuti hukum internasional dalam lingkungannya sendiri atau di beberapa belahan dunia lain? Bukankah konflik di Irak pada abad ke-21 jelas-jelas merupakan kasus negara yang diserang dengan alasan palsu demi perubahan rezim?

Situasi di Ukraina telah membuktikan, tanpa keraguan, bahwa Amerika dan sekutu NATO-nya tidak lagi dapat melenturkan otot kekuatan militer mereka dan bertindak seperti tukang gertak global. Bahaya terbesar bagi perdamaian dunia sejak jatuhnya Uni Soviet telah datang dari Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Ketika negara-negara tersebut perlu dihormati karena kebebasan pers, demokrasi, dan etos kerja mereka, kebijakan luar negeri mereka sangat cacat. Ini murni pelanggaran terhadap nilai-nilai beradab untuk menciptakan perang berdarah demi menggulingkan pemimpin sebuah negara yang seringkali merupakan pemimpin yang terpilih secara demokratis. Hal tersebut dilakukan hanya agar rezim boneka dapat melayani kepentingan mereka.

Jika NATO jelas prihatin tentang demokrasi dan hak asasi manusia maka mereka tidak akan bersikap lunak pada rezim-rezim seperti Arab Saudi, di mana pelanggaran HAM adalah norma yang diterima. Tidak ada kekhawatiran bagi demokrasi di negara seperti Pakistan, sekutu non-NATO Amerika Serikat, di mana tentara benar-benar mengambil semua keputusan. Barat mendukung rezim apartheid di Afrika Selatan selama beberapa dekade dan pembuat kebijakan tampaknya sangat antipati pada Rusia sehingga mereka bahkan siap memiliki pemerintah ultranasionalis neo-Nazi di Kiev. Kebetulan, Estonia, sekutu Barat yang setia, baru-baru ini mengatakan bahwa penembak jitu di Kiev sejatinya adalah produk dari kaum nasionalis dan bukan disponsori oleh Viktor Yanukovych.

Kekuatan diplomatik Rusia telah meningkat selama beberapa tahun terakhir dan negara ini telah melakukan perannya semaksimal mungkin untuk menghentikan pertumpahan darah. Moskow berhasil menghentikan pemboman Amerika Serikat di Suriah dan mencegah perang di tempat-tempat seperti Iran. Barat tahu batas-batasnya sekarang dan tidak akan berani mengambil risiko konfrontasi militer dengan Moskow yang serupa dengan Perang Krimea. Hal ini juga meminimalkan risiko kejahilan NATO di negara ketiga.

Integritas Teritorial

Barat telah berhimpun di sekitar “pemerintahan baru” Kiev dan menyerukan Rusia untuk menghormati integritas wilayah Ukraina. Tanpa mengambil sikap atas masalah ini, beberapa pertanyaan muncul. Mengapa rakyat Kosovo memiliki hak untuk merdeka dari Serbia? Mengapa orang-orang dari Abkhazia tidak memiliki hak yang sama? Mengapa bagian dari Sudan boleh-boleh saja membuat negara baru yakni Sudan Selatan? Mengapa pembentukan Timor Timur dianggap adil? Jika hukum internasional diukir dalam batu, mengapa hukum ini hanya berlaku untuk negara-negara tertentu dan bukan untuk yang lain? Di mana kita dapat membuat batas antara hak-hak demokratis asli dan pelanggaran hukum internasional? Ini adalah pertanyaan yang sangat sulit dijawab.

Dunia membutuhkan perdamaian, pembangunan, dan lingkungan alam yang dilindungi. Para pemimpin dunia memikul tanggung jawab dalam mengusahakan semua hal tersebut. Tapi selama Barat mencoba untuk memperpanjang hegemoni Amerika Serikat di seluruh dunia, prospek perdamaian dunia terlihat sangat redup. Munculnya kembali Rusia sebagai kekuatan militer akan berdampak besar untuk memastikan kekerasan di dunia jauh berkurang.


sumber: http://indonesia.rbth.com/politics/2014/04/15/mengapa_militer_rusia_yang_kuat_baik_untuk_dunia_23611.html

Senin, 07 April 2014

Si Gemuk "Ocean Shield", Kapal Pendeteksi Sinyal Black Box Diduga MH370

 
Setelah kapal China Haixun 01, kapal milik Australia 'Ocean Shield' mendeteksi sinyal diduga kotak hitam milik Malaysia Airlines MH370 di Samudera Hindia. Bagaimana profil kapal gemuk tersebut?

Dikutip dari situs resmi Angkatan Laut Australia, Senin (7/4/2014), kapal Ocean Shield kini masuk dalam deretan kapal milik Royal Australian Navy (RAN). Kapal itu sebelumnya milik sebuah perusahaan swasta dengan nama Skandi Bergen. Ocean Shield sengaja dibeli pemerintah pada Maret 2012 lalu dengan harga 130 juta dolar Australia untuk menambah daftar kapal amfibi, setelah HMAS Choules dan HMAS Tobruk.

Ocean Shield akan fokus digunakan untuk misi kemanusiaan. Bisa juga untuk menjadi sarana transportasi para tentara, hingga mengirim suplai bagi korban bencana alam.

Sebelum dikirim dalam operasi pencarian MH370, pesawat itu dioperasikan di perairan Samudera Hindia untuk misi pengintaian, deteksi dan mencari kapal yang beroperasi secara ilegal. Kapal berwarna merah ini juga bisa beroperasi di kondisi cuaca apapun, termasuk di Antartika.

Kapal tersebut memiliki berat sekitar 6.500 ton dan panjang 105,9 meter. Kecepatan maksimalnya mencapai 16 knot. Ocean Shield bisa memuat hingga 100 orang. Area deknya memiliki luas 1.000 meter. Sebuah landasan heli juga tersedia. Bodinya yang gemuk di bagian depan membuat kapal ini memiliki daya tarik tersendiri.

Ocean Shield sempat mendeteksi dua sinyal diduga dari kotak hitam MH370. Sinyal pertama terlacak selama dua jam 20 menit, lalu sinyal kedua sekitar 13 menit dan posisinya berada di utara dari area pencarian puing MH370 yang ditetapkan AMSA (otoritas keselamatan maritim Australia).

Sinyal itu terdengar di kedalaman 4.500 meter di dalam lautan. Butuh banyak waktu, sebelum para pencari bisa memastikan apakah itu benar-benar black box yang dicari sebulan terakhir ini.


sumber: 
http://news.detik.com/read/2014/04/07/150800/2547871/1148/si-gemuk-ocean-shield-kapal-pendeteksi-sinyal-black-box-diduga-mh370?9911012

Minggu, 23 Maret 2014

Teori Hilangnya MH370



Sejak menghilangnya pesawat Malaysia Airlines (MAS) MH370 pada 8
Maret dinihari lalu, sejumlah spekulasi serta teori berkembang di kalangan para pakar maupun masyarakat. Di antaranya masuk akal, namun tidak sedikit yang tak beralasan.

Kantor berita Amerika Serikat, Associated Press seperti dikutip media Malaysia New Straits Times, merangkum tujuh teori yang mengemuka dan dinilai beralasan serta masuk akal terkait hilangnya MAS MH370.

Teori pertama menyebut bahwa MH370 hilang akibat aksi jahat pilot. Teori tersebut mencuat karena diketahui transponder pesawat tiba-tiba berhenti mengirimkan sinyal ke pengandali lalu lintas udara. Kemudian diketahui pesawat berbalik dari jalur yang seharusnya selama beberapa jam setelah transponder mati. Selain itu, sejumlah kunci komunikasi dan perangkat pelacakan yang berada dalam kokpit juga dinonaktifkan. Hal ini menempatkan kecurigaan pada sang pilot.

Menyusul teori itu, tim investigasi yang  mencari dan mempelajari latar belakang pilot pesawat, Kapten Zaharie Ahmad Shah (53) yang telah menerbangkan pesawat untuk MAS sejak tahun 1981. Latar belakang co-pilot Fariq Abdul Hamid (27) yang baru saja menerbangkan pesawat berjenis Boeing 777 itu juga ikut diselidiki. Tim investigasi
bahkan kemudian menelusuri simulator penerbangan yang dimiliki Kapten
Zaharie. Mereka juga menginvestigasi sejumlah file yang pernah dihapus dari simulator tersebut.

Gagasan bahwa pilot menggunakan pesawat untuk bunuh diri atau melakukan pembunuhan massal merupakan hal yang tabu dalam industri penerbangan. Namun ada sejumlah kecelakaan pesawat yang diduga sengaja dilakukan oleh pilot, seperti kecelakaan SilkAir tahun 1997 dan kecelakaan EgyptAir tahun 1999.

Teori kedua adalah aksi pembajakan teroris. Teori ini telah muncul pada awal hilangnya pesawat, menyusul ditemukannya dua warga Iran yang ikut dalam penerbangan menggunakan paspor curian. Namun tim investigasi tidak menemukan kaitan kedua orang tersebut dengan kelompok teror. Keduanya diduga hanya berkaitan dengan migrasi ilegal ke Eropa.

Bukan itu saja, sejak peristiwa pembajakan pesawat Amerika Serikat atau 9/11 tahun 2001 lalu, pengamanan ruang kokpit semakin diperketat, baik melalui sistem, ataupun protokol pengamannya.Namun bukan berarti orang yang tak berkepentingan tak bisa masuk ke dalam kokpit pesawat. Pasalnya, menyusul hilangnya MH370, seorang wanita mengaku pernah diundang ke dalam ruang kokpit selama penerbangan oleh co-pilot Fariq Abdul Hamid yang sekarang ikut dalam MH370 yang hilang.

Wanita tersebut bahkan menasir fotonya bersama co-pilot ketika berada dalam ruang kokpit. Teori ketiga menyebutkan bahwa mungkin saja terjadi bencana secara
tiba-tiba, seperti bom dalam penerbangan atau kesalahan teknis di dalam mesin atau badan pesawat yang menyebabkan pesawat tiba-tiba hancur.

Namun, bila hal tersebut terjadi, maka puing-puing pesawat akan dapat ditemukan di titik di mana transponder baru mati. Apalagi, pesawat Boeing 777 juga hanya memiliki satu catatan kecelakaan dalam 19 tahun sejarahnyam yakni kecelakaan Asiana Airlines di San Francisco pada tahun lalu.

Teori keempat adalah adanya api atau kebakaran listrik. Kebakaran bisa terjadi akibat adanya barang bawaan kargo yang berbahaya sehingga memutus jaringan komunikasi pesawat secara seketika. Jika ini terjadi, kru pesawat masih memiliki waktu untuk memasuki kokpit dan mengambil kendali pesawat.

Teori kelima adalah terjadinya dekompresi dalam pesawat. Dekompresi adalah penurunan tekanan udara dalam kabin pesawat. Dekompresi secara perlahan ataupun tiba-tiba bisa menyebabkan hilangnya oksigen dalam pesawat dan menewaskan semua orang di dalamnya. Logikanya, jika tingkat oksigen menurun, maka pilot akan mendapatkan peringatan otomatis agar mengenakan masker oksigen dan segera
menurunkan pesawat pada ketinggian 10 ribu kaki atau 3.050 meter di mana terdapat tingkat oksigen yang cukup untuk bernafas tanpa bantuan.

Teori keenam menyebut bahwa pesawat telah mendarat di suatu tempat dan bersembunyi yang bisa saja terjadi bila seseorang dengan motif tertentu mendaratkan pesawat ke suatu landasan terpencil dan bersembunyi.

Namun untuk mendaratkan pesawat penumpang ke bandara kecil tanpa alat bantu navigasi yang normal membutuhkan keahlian yang sangat tinggi. Teori tersebut berkembang dan menyebut bahwa pesawat bisa saja diam-diam membayangi pesawat lainnya untuk menghindari deteksi radar militer negara-negara yang dilintasinya.

Teori terakhir adalah penembakan pesawat secara tiba-tiba. Menurut catatan sejarah. Pesawat sipil pernah sengaja ditembak jatuh oleh militer suatu negara. Pada Juli 1988, rudal penjelajah Angkatan Laut Amerika Serikat USS Vincennes sengaja ditembakkan untuk menjatuhkan pesawat Iran Air dan menewaskan total 290 orang yang berada di
dalamnya.

Kemudian pada September 1983, pesawat Korean Air Lines juga pernah ditembak jatuh oleh jet tempur Rusia. Namun untuk MAS MH370, hingga saat ini belum ditemukan adanya bukti bahwa pesawat telah jatuh karena ditembak.

sumber: google.com 

Minggu, 02 Februari 2014

Pesawat Nir Awak Digunakan untuk Kirim Bir

Jack Supple, direktur produsen bir, Lakemaid Beer, punya ide cemerlang untuk menggunakan pesawat tanpa awak dengan enam baling-baling untuk mengirim 12 botol bir ke rumah pemancingan ikan musim dingin di atas danau beku. Minneapolis Star Tribune melaporkan, Supple merekam uji terbang pesawat kendali yang membawa bir tersebut di Danau Waconia, Carver County, Minnesota, lalu mengunggahnya ke situs Youtube.

Dengan segera video itu mendunia dan dalam sepekan disaksikan lebih dari 195.000 orang. ”Akun Facebook kami langsung heboh karena penggemar kami menyukai ide itu,” ujar Supple. Namun, ide itu batal dilaksanakan karena Supple mendapat surat teguran dari Badan Penerbangan Federal AS (FAA) yang menjelaskan, pesawat nirawak dilarang digunakan untuk kepentingan komersial.

”Perhatian kami adalah keselamatan orang di darat dan sesama pesawat di udara,” ujar juru bicara FAA, Elizabeth Isham Coryn. Supple mengatakan, ia memahami masalah itu.


sumber: http://internasional.kompas.com/read/2014/02/03/0847313/Pesawat.Nir.Awak.Digunakan.untuk.Kirim.Bir

http://www.youtube.com/watch?v=fIyQ8RerxpU&feature=player_embedded

Senin, 27 Januari 2014

Sekedar Analisa: Fatal, RI Tantang Perang Australia

Potensi meletusnya perang terbuka antara Indonesia dan Australia sangat mungkin terjadi. Kapan? Tergantung pada situasi, apakah persoalan yang menjadi dasar munculnya permusuhan bereskalasi cepat atau lambat.

Sebagaimana diakui Juru Bicara TNI AL dan TNI AU, armada perang Indonesia sudah mendekat ke wilayah Australia. Sejumlah kapal perang telah dipindahkan ke perbatasan Australia. Sejumlah pesawat tempur lagi, sudah disiagakan. Sehingga secara faktual, tensi permusuhan Indonesia terhadap Australia sudah mendidih.

Penyiagaan armada tempur oleh pihak Indonesia bisa diartikan sebagai sebuah tantangan baru terhadap Australia. Dan bila Australia juga menerima tantangan, perang terbuka laut dan udara, tentunya tak terhindarkan. Lain halnya kalau kesiapan itu hanya dimaksudkan sebagai sebuah perang urat syaraf (psy war) semata.

Disiagakannya armada tempur Indonesia merupakan buntut dari ketersinggungan Jakarta atas sikap Canberra. Tetangga Selatan ini melakukan pelanggaran atas wilayah Indonesia. Pelanggaran Australia terjadi ketika kapal-kapal perangnya mengusir kapal-kapal sipil yang memuat para pencari suaka politik berusaha masuk ke Australia. Mereka yang sudah berada di wilayah Australia, diusir kembali ke perairan Indonesia.

Ketika mengusir, kapal Australia ikut merangsek ke perairan Indonesia. Para pencari suaka, umumnya berasal dari negara-negara Balkan, Eropa Timur dan Asia Selatan. Rute mereka Samudera Hindia yang melewati perbatasan Indonesia-Australia, yakni perairan seputar Cilacap, Jawa bagian Selatan dan Pulau Christmas (Australia).

Sebetulnya, Indonesia sudah melayangkan surat protes atas insiden itu. Dan pemerintah Australia secara resmi sudah mengakui pelanggaran itu serta telah pula meminta maaf. Namun otoritas Indonesia, nampaknya tidak merasa puas kalau hanya melayangkan protes diplomatik. Begitu juga Indonesia tidak merasa cukup dengan pernyataan permintaan maaf oleh Menteri Imigrasi Australia, Scott Morrison. Lalu Indonesia pun menyiagakan kekuatan tempur militer.

Meningkatnya aroma permusuhan ini, cukup menarik. Sebab tensi kemarahan Indonesia merebak hanya selang tiga bulan setelah terjadi perang pernyataan antara Presiden SBY dan Perdana Menteri Australia, Tony Abbott.

Presiden RI mendesak PM Australia meminta maaf karena intelejens Australia telah melakukan penyadapan telpon Presiden SBY, Ibu Negara Ani Yudhoyono dan sejumlah pejabat tinggi. Namun Abbott yang merasa tidak bersalah, bersikeras tidak mau menuruti permintaan SBY.

Alhasil, Presiden SBY tersinggung, lalu membekukan semua kerja sama kedua negara. Termasuk membatalkan latihan militer bersama yang sedang berjalan ketika itu. Melalui "Selalu Ada Pilihan", buku terbarunya, yang diluncurkan 17 Januari lalu 2014, SBY kembali menegaskan ketersinggungannya atas sikap Abbott yang tidak bersedia meminta maaf.

Ketersinggungan SBY atas sikap Abbott dan penyiagaan armada tempur Indonesia, kelihatannya masih saling berkait. Sebab pengumuman kesiagaan tempur pasukan Indonesia muncul tak lama setelah SBY meluncurkan buku "Selalu Ada Pilihan".

Disamping itu baru kali ini Indonesia bersikap keras dan tegas kepada negara tetangga. Pelanggaran perbatasan oleh negara tetangga bukan baru kali ini terjadi. Yang paling sering, Malaysia. Akan tetapi terhadap tetangga dekat Indonesia ini, Presiden RI belum pernah menyiagakan armada tempur.

Dalam kasus pelanggaran Malaysia, SBY yang sudah didesak oleh berbagai kalangan di dalam negeri, tetap melunak. SBY tetap mengabaikan desakan rakyatnya. SBY berdalih, kepentingan kerja sama bisnis kedua negara, jauh lebih penting.

Padahal Malaysia bukan hanya melakukan pelanggaran batas di sepanjang wilayah perbatasan Kalimantan. Malaysia bahkan mencaplok pulau-pulau milik Indonesia yang terletak di ujung perbatasan kedua negara. Itupun tak pernah digubris armada tempur Indonesia maupun oleh SBY. Malaysian juga tidak pernah meminta maaf. Berbeda dengan Australia yang langsung meminta maaf.

Atas sikap mendua dari Indonesia terhadap dua negara tetangga, mencuatkan kesan, kemarahan Indonesia terhadap Australia boleh jadi lebih dipicu oleh emosi pribadi seorang SBY. Pelanggaran Australia terlalu didramatisir, dipaksakan dan dibesar-besarkan.

Oleh karenanya penyiagaan armada tempur Indonesia menghadapi tetangga (Australia) juga memancing berbagai spekulasi. Apakah usaha menciptakan perang dengan Australia, sebagai bagian dari usaha pembelokan isu oleh pemerintahan SBY?

Spekulasi ini mengemuka dengan alasan pemerintahan SBY yang sedang kehilangan akuntabilitasnya di dalam negeri, mencoba menciptakan satu "musuh bersama". Dan "musuh bersama" yang paling pas saat ini adalah Australia. Jadi rakyat diberi wacana, ancaman paling berbahaya bagi kedaulatan dan kesatuan NKRI adalah Australia.

Tapi selain spekulasi, pada saat bersamaan, kesiapan berperang dengan Australia, juga mencuatkan kekhawatiran. Yakni jika terjadi peperangan kedua negara, dampaknya akan destruktif bagi Indonesia sangat besar.

Mengapa ? Karena seluruh kekuataan saat ini sedang sibuk menghadapi Pemilu 2014. Tahun politik 2014, sangat menyita konsentrasi dan waktu. Kalau waktu dan konsentrasi masih harus dibagi ke peperangan, konsekwensinya, Pemilu 2014 bakal gagal atau sedikitnya terganggu. Gagal atau terganggu, bukan lagi menjadi persoalan bagi rezim sekarang. Karena toh rezim SBY akan berakhir pada 20 Oktober 2014.

Selain masalah politik, Indonesia juga mengalami keterpurukan di bidang ekonomi. APBN 2014 hanya sekitar Rp1.400 triliun. Sementara akumulasi utang RI sudah mencapai Rp3.000-an triliun. Defisit anggaran tak bisa dihindarkan. Bagaimana Indonesia membiayai sebuah perang?

Dalam kondisi perekonomian dan politik yang serba amburadul, dan kepercayaan masyarakat terhadap Presiden SBY demikian merosot, apakah Indonesia benar-benar siap berperang dengan Australia ?

Dalam situasi dimana kelengkapan Alutsista (Alat Utama Sistem Pertahanan) masih terbatas, apakah mungkin armada tempur Indonesia mampu mengalahkan Australia? Jangan-jangan kesiapan tempur itu hanya untuk memenuhi ego pribadi seorang Presiden yang kebetulan berlatar belakang militer dan mempunyai rekam jejak bertempur di Timor Timur (kini Timor Leste).

Oleh sebab itu tantangan Indonesia bertempur dengan Australia bisa bersifat fatal. Fatal sebab secara ekonomi dan politik, Indonesia memiliki kelemahan yang cukup serius. Alasan untuk berperang dengan Australia, tidak cukup kuat. Seluruh rakyat Indonesia pun belum terkondisi bahwa Australia saat ini merupakan ancaman. Dan apakah perang oleh militer yang tidak melibatkan dukungan penuh rakyat bisa efektif?

Keraguan atas minimnya dukungan rakyat terhadap perang menghadapi Australia cukup beralasan. Sebab pemerintah juga belum memberikan arahan, bagaimana kebijakan penanganan puluhan ribu siswa dan mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Australia?

Kalau akhirnya perang dengan Australia meletus, yang bakal dihadapi Indonesia bukan hanya negeri kanguru saja. Melainkan negara lain yang sama dengan Australia sebagai anggota persemakmuran. Kebetulan negara-negara itu semuanya bertetangga dengan Indonesia. Mulai dari Papua Nugini, sampai dengan Brunei Darussalam, Singapura dan Malaysia.

Pada akhirnya, ketika perang dipetakan, Indonesia akan berada pada posisi yang terkepung. Dengan lemahnya performa Indonesia di dunia diplomasi, jangan-jangan tak satupun negara sahabat di dunia yang bersedia mendukung. Lalu apa hasil dan manfaat yang bisa dipetik Indonesia dari peperangannya dengan Australia? Paling banter uji persenjataan. Lebih dari itu, tidak.

Politik semakin amburadul, ekonomi makin kacau. Pada saat yang sama SBY sebagai Panglima Tertinggi sedang atau sudah bersiap-siap meninggalkan panggung kekuasaan. Jadi hanya kehidupan fatal yang dihasilkan dari peperangan tersebut.

Satu hal yang mungkin tidak terpikirkan oleh pengendali armada tempur Indonesia, memulai perang merupakan hal yang mudah. Yang sulit adalah bagaimana menghentikan atau mengakhirinya.

Falsafah ini sudah terbukti. Tak ada satupun perang di dunia yang berakhir dalam waktu singkat. Oleh sebab itu para pecinta perdamaian, selalu beranggapan, aksioma sebuah peperangan sangat sederhana. "Menang jadi abu, kalah jadi debu ".

Terpulang kembali kepada pemberi komando peperangan. Mana yang harus dipilih. Mau perang atau berdamai. Karena toh dalam setiap permasalahan, "Selalu Ada Pilihan". 


Sumber:
www.inilah.com
http://nasional.inilah.com/read/detail/2068029/fatal-ri-tantang-perang-australia