Senin, 27 Januari 2014

Sekedar Analisa: Fatal, RI Tantang Perang Australia

Potensi meletusnya perang terbuka antara Indonesia dan Australia sangat mungkin terjadi. Kapan? Tergantung pada situasi, apakah persoalan yang menjadi dasar munculnya permusuhan bereskalasi cepat atau lambat.

Sebagaimana diakui Juru Bicara TNI AL dan TNI AU, armada perang Indonesia sudah mendekat ke wilayah Australia. Sejumlah kapal perang telah dipindahkan ke perbatasan Australia. Sejumlah pesawat tempur lagi, sudah disiagakan. Sehingga secara faktual, tensi permusuhan Indonesia terhadap Australia sudah mendidih.

Penyiagaan armada tempur oleh pihak Indonesia bisa diartikan sebagai sebuah tantangan baru terhadap Australia. Dan bila Australia juga menerima tantangan, perang terbuka laut dan udara, tentunya tak terhindarkan. Lain halnya kalau kesiapan itu hanya dimaksudkan sebagai sebuah perang urat syaraf (psy war) semata.

Disiagakannya armada tempur Indonesia merupakan buntut dari ketersinggungan Jakarta atas sikap Canberra. Tetangga Selatan ini melakukan pelanggaran atas wilayah Indonesia. Pelanggaran Australia terjadi ketika kapal-kapal perangnya mengusir kapal-kapal sipil yang memuat para pencari suaka politik berusaha masuk ke Australia. Mereka yang sudah berada di wilayah Australia, diusir kembali ke perairan Indonesia.

Ketika mengusir, kapal Australia ikut merangsek ke perairan Indonesia. Para pencari suaka, umumnya berasal dari negara-negara Balkan, Eropa Timur dan Asia Selatan. Rute mereka Samudera Hindia yang melewati perbatasan Indonesia-Australia, yakni perairan seputar Cilacap, Jawa bagian Selatan dan Pulau Christmas (Australia).

Sebetulnya, Indonesia sudah melayangkan surat protes atas insiden itu. Dan pemerintah Australia secara resmi sudah mengakui pelanggaran itu serta telah pula meminta maaf. Namun otoritas Indonesia, nampaknya tidak merasa puas kalau hanya melayangkan protes diplomatik. Begitu juga Indonesia tidak merasa cukup dengan pernyataan permintaan maaf oleh Menteri Imigrasi Australia, Scott Morrison. Lalu Indonesia pun menyiagakan kekuatan tempur militer.

Meningkatnya aroma permusuhan ini, cukup menarik. Sebab tensi kemarahan Indonesia merebak hanya selang tiga bulan setelah terjadi perang pernyataan antara Presiden SBY dan Perdana Menteri Australia, Tony Abbott.

Presiden RI mendesak PM Australia meminta maaf karena intelejens Australia telah melakukan penyadapan telpon Presiden SBY, Ibu Negara Ani Yudhoyono dan sejumlah pejabat tinggi. Namun Abbott yang merasa tidak bersalah, bersikeras tidak mau menuruti permintaan SBY.

Alhasil, Presiden SBY tersinggung, lalu membekukan semua kerja sama kedua negara. Termasuk membatalkan latihan militer bersama yang sedang berjalan ketika itu. Melalui "Selalu Ada Pilihan", buku terbarunya, yang diluncurkan 17 Januari lalu 2014, SBY kembali menegaskan ketersinggungannya atas sikap Abbott yang tidak bersedia meminta maaf.

Ketersinggungan SBY atas sikap Abbott dan penyiagaan armada tempur Indonesia, kelihatannya masih saling berkait. Sebab pengumuman kesiagaan tempur pasukan Indonesia muncul tak lama setelah SBY meluncurkan buku "Selalu Ada Pilihan".

Disamping itu baru kali ini Indonesia bersikap keras dan tegas kepada negara tetangga. Pelanggaran perbatasan oleh negara tetangga bukan baru kali ini terjadi. Yang paling sering, Malaysia. Akan tetapi terhadap tetangga dekat Indonesia ini, Presiden RI belum pernah menyiagakan armada tempur.

Dalam kasus pelanggaran Malaysia, SBY yang sudah didesak oleh berbagai kalangan di dalam negeri, tetap melunak. SBY tetap mengabaikan desakan rakyatnya. SBY berdalih, kepentingan kerja sama bisnis kedua negara, jauh lebih penting.

Padahal Malaysia bukan hanya melakukan pelanggaran batas di sepanjang wilayah perbatasan Kalimantan. Malaysia bahkan mencaplok pulau-pulau milik Indonesia yang terletak di ujung perbatasan kedua negara. Itupun tak pernah digubris armada tempur Indonesia maupun oleh SBY. Malaysian juga tidak pernah meminta maaf. Berbeda dengan Australia yang langsung meminta maaf.

Atas sikap mendua dari Indonesia terhadap dua negara tetangga, mencuatkan kesan, kemarahan Indonesia terhadap Australia boleh jadi lebih dipicu oleh emosi pribadi seorang SBY. Pelanggaran Australia terlalu didramatisir, dipaksakan dan dibesar-besarkan.

Oleh karenanya penyiagaan armada tempur Indonesia menghadapi tetangga (Australia) juga memancing berbagai spekulasi. Apakah usaha menciptakan perang dengan Australia, sebagai bagian dari usaha pembelokan isu oleh pemerintahan SBY?

Spekulasi ini mengemuka dengan alasan pemerintahan SBY yang sedang kehilangan akuntabilitasnya di dalam negeri, mencoba menciptakan satu "musuh bersama". Dan "musuh bersama" yang paling pas saat ini adalah Australia. Jadi rakyat diberi wacana, ancaman paling berbahaya bagi kedaulatan dan kesatuan NKRI adalah Australia.

Tapi selain spekulasi, pada saat bersamaan, kesiapan berperang dengan Australia, juga mencuatkan kekhawatiran. Yakni jika terjadi peperangan kedua negara, dampaknya akan destruktif bagi Indonesia sangat besar.

Mengapa ? Karena seluruh kekuataan saat ini sedang sibuk menghadapi Pemilu 2014. Tahun politik 2014, sangat menyita konsentrasi dan waktu. Kalau waktu dan konsentrasi masih harus dibagi ke peperangan, konsekwensinya, Pemilu 2014 bakal gagal atau sedikitnya terganggu. Gagal atau terganggu, bukan lagi menjadi persoalan bagi rezim sekarang. Karena toh rezim SBY akan berakhir pada 20 Oktober 2014.

Selain masalah politik, Indonesia juga mengalami keterpurukan di bidang ekonomi. APBN 2014 hanya sekitar Rp1.400 triliun. Sementara akumulasi utang RI sudah mencapai Rp3.000-an triliun. Defisit anggaran tak bisa dihindarkan. Bagaimana Indonesia membiayai sebuah perang?

Dalam kondisi perekonomian dan politik yang serba amburadul, dan kepercayaan masyarakat terhadap Presiden SBY demikian merosot, apakah Indonesia benar-benar siap berperang dengan Australia ?

Dalam situasi dimana kelengkapan Alutsista (Alat Utama Sistem Pertahanan) masih terbatas, apakah mungkin armada tempur Indonesia mampu mengalahkan Australia? Jangan-jangan kesiapan tempur itu hanya untuk memenuhi ego pribadi seorang Presiden yang kebetulan berlatar belakang militer dan mempunyai rekam jejak bertempur di Timor Timur (kini Timor Leste).

Oleh sebab itu tantangan Indonesia bertempur dengan Australia bisa bersifat fatal. Fatal sebab secara ekonomi dan politik, Indonesia memiliki kelemahan yang cukup serius. Alasan untuk berperang dengan Australia, tidak cukup kuat. Seluruh rakyat Indonesia pun belum terkondisi bahwa Australia saat ini merupakan ancaman. Dan apakah perang oleh militer yang tidak melibatkan dukungan penuh rakyat bisa efektif?

Keraguan atas minimnya dukungan rakyat terhadap perang menghadapi Australia cukup beralasan. Sebab pemerintah juga belum memberikan arahan, bagaimana kebijakan penanganan puluhan ribu siswa dan mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Australia?

Kalau akhirnya perang dengan Australia meletus, yang bakal dihadapi Indonesia bukan hanya negeri kanguru saja. Melainkan negara lain yang sama dengan Australia sebagai anggota persemakmuran. Kebetulan negara-negara itu semuanya bertetangga dengan Indonesia. Mulai dari Papua Nugini, sampai dengan Brunei Darussalam, Singapura dan Malaysia.

Pada akhirnya, ketika perang dipetakan, Indonesia akan berada pada posisi yang terkepung. Dengan lemahnya performa Indonesia di dunia diplomasi, jangan-jangan tak satupun negara sahabat di dunia yang bersedia mendukung. Lalu apa hasil dan manfaat yang bisa dipetik Indonesia dari peperangannya dengan Australia? Paling banter uji persenjataan. Lebih dari itu, tidak.

Politik semakin amburadul, ekonomi makin kacau. Pada saat yang sama SBY sebagai Panglima Tertinggi sedang atau sudah bersiap-siap meninggalkan panggung kekuasaan. Jadi hanya kehidupan fatal yang dihasilkan dari peperangan tersebut.

Satu hal yang mungkin tidak terpikirkan oleh pengendali armada tempur Indonesia, memulai perang merupakan hal yang mudah. Yang sulit adalah bagaimana menghentikan atau mengakhirinya.

Falsafah ini sudah terbukti. Tak ada satupun perang di dunia yang berakhir dalam waktu singkat. Oleh sebab itu para pecinta perdamaian, selalu beranggapan, aksioma sebuah peperangan sangat sederhana. "Menang jadi abu, kalah jadi debu ".

Terpulang kembali kepada pemberi komando peperangan. Mana yang harus dipilih. Mau perang atau berdamai. Karena toh dalam setiap permasalahan, "Selalu Ada Pilihan". 


Sumber:
www.inilah.com
http://nasional.inilah.com/read/detail/2068029/fatal-ri-tantang-perang-australia

Minggu, 26 Januari 2014

Australia, Menepuk Air Di Dulang Tepercik Muka Sendiri

Tanpa banyak cakap, militer Indonesia mengerahkan berbagai kapal perang ke perairan halaman belakang rumahnya dimana di pagar halaman seberang itu ada Darwin, satu-satunya kota yang ada di Australia Utara, tak lebih besar dari kota Kupang di NTT. Gerakan angkatan laut RI dengan menyebar kapal perang korvet, fregat, kapal cepat rudal dan kapal cepat torpedo dengan dukungan jet tempur Sukhoi dan 4 radar militer canggih yang baru dipasang menyadarkan Australia bahwa Indonesia sangat serius menyikapi sikap kepala batu pemerintahan Australia yang dipimpin si cowboy Tony Abbott.

Gaya keras kepala si Abbott ini sudah terlihat ketika masa kampanye dia tahun lalu untuk mengejar kursi Aussi One. Dia bilang akan menempatkan sejumlah intelijen di Indonesia untuk memantau pergerakan manusia perahu, membeli perahu, membayar sejumlah sipil Indonesia untuk memberikan informasi tentang posisi manusia perahu yang hendak ke negeri selatan itu. Ini saja sejatinya sudah menyinggung harkat dan martabat kita, emangnya negeri ini tak bertuan. Pernyataannya itu meski untuk konsumsi kampanye pemilihan umum jelas meremehkan pemerintah Indonesia. Dia menang dan jadi Perdana Menteri salah satunya karena pernyataannya itu. Tapi sekarang dia terjebak dengan jaring yang dia tebar sendiri. Celakanya sebagian besar rakyatnya pun berbalik menghujat dia.

Ketika urusan sadap menyadap terkuak, gaya arogansi Abbott dipertontonkan dengan tak rela minta maaf. Bandingkan dengan gaya Obama ketika urusan yang sama dengan Jerman, lebih low profile dan meminta maaf kepada Jerman. Yang dipertontonkan Abbott bukan gaya negarawan santun melainkan gaya preman seperti garis dan raut wajahnya yang keras. Bandingkan dengan Kevin Rudd yang ramah dan santun sehingga mampu mengambil hati rakyat dan bangsa ini. Sesungguhnya irama hubungan Indonesia dan Australia tergantung gaya kepemimpinan negeri kanguru itu. Oleh karena itu situasi hubungan yang buruk saat ini ada di koridor kepemimpinan pemerintah Australia, bukan pada rakyat dan bangsa Australia yang saat ini justru mengecam hebat cara si Abbott menangani pola hubungan bertetangganya dengan Indonesia.

Australia harus menyadari bahwa militer Indonesia tidak seperti lima tahun lalu. Ketika diadakan Sail Komodo beberapa bulan yang lalu di depan Darwin sesungguhnya telah “tersedia” sedikitnya 30 kapal perang Indonesia berbagai jenis di halaman belakang kita. Hanya saja kita ini kan menganut politik perkawanan yang santun, jadi tak perlu pamer kekuatan. Berhitung tentang kekuatan militer khususnya angkatan laut, sebenarnya Indonesia mampu mengerahkan 50 kapal perang ke perairan NTT dalam waktu singkat. Ini sudah biasa dilakukan dalam setiap latihan Armada Jaya atau Latgab TNI. Padahal jumlah itu hampir sama dengan kekuatan angkatan laut Australia yang memiliki 54 kapal perang. Indonesia sendiri saat ini memiliki 160 kapal perang dan akan terus bertambah.

Gerakan kapal perang Indonesia ke NTT kita sambut positif karena ini langkah awal untuk menyatakan sikap menjunjung harkat. Kita tidak ingin berselisih dan mengajak tarung dengan negara manapun termasuk Australia. Namun pelecehan teritori perairan seperti yang diakui oleh Australia dan kemudian minta maaf tentu harus dijawab pula dengan langkah dan cara militer. Menlu Marty tidak menggubris kata maaf dari Menlu Julie Bishop bahkan kembali menyudutkan Australia dengan menyatakan,” Coba kalau dari dulu sudah minta maaf, tidak akan seperti ini kan”. Kekuatan militer Indonesia dalam bulan dan tahun-tahun mendatang akan mendapat sejumlah alutsista sangar, misalnya kapal selam Kilo, jet tempur Sukhoi SU35, rudal SAM strategis dan lain-lain. Dengan kekuatan menuju kesetaraan ini Australia seharusnya berhitung cermat karena kekuatan yang tak bakalan ditandingi Australia seumur hidup adalah jumlah penduduk Indonesia yang sepuluh kali lipat dan punya karakter militan nasionalis.

Kita ingin sampaikan pesan pada Tony Abbott: “Kultur timur itu Bott, atau kultur Asia sesungguhnya lebih menghargai nilai-nilai kesantunan dan etika dalam bertetangga. Memang beda sama kultur sampeyan yang anglo saxon itu. Lebih sering mendikte, merasa paling jagoan, merasa paling pintar dan tahu segalanya. Kalau sampeyan tinggal di Eropa gak papa. Tapi sampeyan ada di lokasi adat istiadat di mana kesantunan dan tatakrama lebih dikedepankan. Lihat saja rumah di ranah ASEAN, rumah-rumah didalamnya selalu mengedepankan musyawarah dan kearifan meski ada konflik diantara sesama rumah. Nek sampeyan bisa memahami itu, kita yakin semua persoalan pertetanggaan kita dapat diselesaikan dengan musyawarah”.

“Tapi kalau tetap keras kepala ya rasain sendiri. Kata peribahasa menepuk air didulang tepercik muka sendiri. Anda sudah dipermalukan dunia dan PBB karena menelantarkan dan menyiksa manusia perahu. Di dalam negeri pun sami mawon, anda dicerca di parlemen dan rakyat sendiri. Ada peribahasa Pak Abbott, Air beriak tanda tak dalam, kayak sampeyan itu yang selalu umbar pernyataan petintang petinting. Air tenang menghanyutkan, itulah gaya kami untuk tak umbar kalimat kumat. Bukankah laut selatan itu dalam Bott, mungkin saja di kedalaman itu si Kilo siluman sudah bermain mata dengan ratu pantai selatan. Bukankah air tenang itu menghanyutkan”. 

Sumber: TSM




Kamis, 23 Januari 2014

Mengenal Airbus A350 XWB (eXtra Wide Body)




Airbus A350 XWB (eXtra Wide Body) adalah keluarga pesawat jet berbadan lebar yang sedang dikembangkan oleh produsen Eropa pesawat Airbus. A350 ini akan menjadi Airbus pertama dengan struktur kedua sayap pesawat dibuat dari polimer diperkuat serat karbon. pesawat ini akan membawa 270-350 penumpang di tempat duduk kelas tiga, tergantung pada varian. Pada 15 Juni 2013, Airbus A350 yang akan menjadi pesaing utama Boeing 787 Dreamliner ini menjalani penerbangan uji coba perdana dari kota Toulouse ke Paris, Perancis.
A350 pertama kali diumumkan pada tahun 2004 untuk menyaingi Boeing 787. Airbus awalnya merespon efisiensi yang dicanangkan Boeing dengan menawarkan sebuah upgrade A330 dengan mesin baru dan perbaikan aerodynamis untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar. Maskapai penerbangan umumnya mengabaikan konsep dari Airbus yang memaksa Airbus untuk mengembangkan turunan A330 yang lebih rumit dengan bodi pesaway yang sama tetapi memakai komposit sayap dan ekor baru ditambah dengan mesin yang lebih efisien bahan bakar. Hasil pertama A350 tampak hampir sama dengan A330 secara eksternal tetapi pada dasarnya pesawat ini adalah sebuah desain baru dan hanya memiliki 10% commonality (kesamaan suku cadang) dengan Airbus sebelumnya.
Walaupun konsep A350 memenangkan beberapa pesanan, kebanyakan pelanggan mengkritik karena sangat inferior dari pada Boeing 787 yang telah membuat rekor dalam hal kecepatan pesanan. Pesanan yang sedikit ini memaksa Airbus untuk meninggalkan desain lama A350 dan merespon dengan pesawat yang lebih besar untuk bersaing dengan 777 dan 787. Desain baru ini disebut sebagai A350 XWB, untuk "Extra Wide Body," karena badan pesawatnya menjadi lebih lebar dari A330 dan 787 yang memungkinkan tempat duduk per penumpang yang sedikit lebih lebar.
Perubahan utama lainnya dari desain A350 sebelumnya adalah XWB menggunakan material komposit yang jauh lebih banyak sekitar lebih dari setengah dari keseluruhan struktural pesawat. Kedua sayap dan badan pesawat terdiri darikomposit ringan atau alloy aluminium lithium, yang dipasangkan dengan mesin canggih dan perbaikan aerodinamis yang canggih, menjanjikan perbaikan yang signifikan dalam hal efisiensi bahan bakar jika dibandingkan dengan pesawat komersial yang sudah ada. Airbus berharap untuk menyelesaikan rancangan pesawat ini pada akhir tahun 2008 dalam persiapan untuk pembuatan model pesawat uji-terbang pertama.
Desain baru A350 XWB telah terbukti jauh lebih populer dari A350 awal dengan maskapai penerbangan dan telah didapatkan lebih dari 450 pesanan pada Oktober 2008. Sebagian besar pesanan tersebut adalah untuk A350-900, sedangkan A350-800 sedikit berada di bawahnya. Model A350-1000 yang lebih besar juga telah diluncurkan, serta model kargo jarak jauh masih di bawah pertimbangan. Meskipun rencana awal untuk A350 terbang pertama kali pada 2008 dan mulai beroperasi pada tahun 2010, tetapi dengan adanya desain ulang XWB, program ini tertunda sekitar tiga tahun.




Rancangan awal dan akhir
Ketika Boeing mengumumkan program Boeing 787, katanya biaya operasi yang lebih rendah dari pesawat ini akan membuatnya menjadi ancaman serius terhadap Airbus A330 . Dalam pengumuman publik, Airbus awalnya menolak klaim ini, menyatakan bahwa 787 itu sendiri hanya reaksi terhadap A330, dan bahwa tidak ada respon yang dibutuhkan untuk 787. Tapi maskapai penerbangan Airbus mendorong untuk memberikan pesaing, seperti Boeing telah melakukan 787 memiliki konsumsi bahan bakar yang lebih rendah 20% dari Boeing 767 .Menurut Bill Gunston dalam bukunya Airbus: Full History, Airbus awalnya mengusulkan derivatif sederhana A330, dijuluki Lite Airbus A330, yang akan menampilkan aerodinamis lebih baik dan mesin serupa dengan yang di 787. Perusahaan memutuskan untuk mengumumkan versi pada tahun 2004 di Farnborough Airshow , tapi tidak melanjutkan.Pada tanggal 16 September 2004, maka presiden Airbus dan CEO Noël Forgeard menegaskan bahwa sebuah proyek baru yang berada di bawah pertimbangan selama pertemuan pribadi yang diadakan dengan pelanggan prospektif. Tapi Forgeard tidak memberikan nama proyek, dan tidak menyatakan apakah ini akan menjadi desain yang sama sekali baru atau modifikasi produk yang sudah ada. Dia menunjukkan bahwa Airbus akan menyelesaikan konsep perusahaan pada akhir tahun 2004, mulai konsultasi dengan maskapai penerbangan pada awal tahun 2005, dan bertujuan untuk meluncurkan program pembangunan baru pada akhir tahun itu. Perusahaan penerbangan tidak puas, dan Airbus berkomitmen € 4 milyar untuk desain baru yang akan disebut A350 tersebut. Versi asli dari A350 yang dangkal mirip A330 karena biasa, pesawat melintang dan perakitan. Sebuah sayap baru, mesin dan horizontal stabilizer itu harus ditambah dengan yang baru material komposit dan metode produksi yang diterapkan pada pesawat untuk membuat A350 pada semua-baru pesawat hampir. Pada tanggal 10 Desember 2004, dewan EADS dan BAE Systems , maka pemegang saham Airbus, Airbus memberikan sebuah "otorisasi untuk menawarkan (ATO)", dan secara resmi menamakannya A350. Pada tanggal 13 Juni 2005 di Paris Air Show , Maskapai penerbangan timur tengah, Qatar Airways mengumumkan bahwa mereka telah memesan 60 pesawat A350. Pada bulan September 2006, maskapai ini menandatangani nota kesepahaman dengan General Electric untuk meluncurkan-GEnx 1A-72 untuk pesawat. Emirates memutuskan untuk membuat pesanan untuk versi awal dari A350 karena kelemahan dalam desain,tetapi sejak XWB A350 dipesan. 6 Oktober 2005, penuh dengan peluncuran program industri itu diumumkan dengan estimasi biaya pengembangan sekitar € 3,5 miliar. Pada Hal ini versi A350 itu direncanakan untuk menjadi 250 - untuk 300-kursi mesin ganda -pesawat berbadan lebar berasal dari desain yang adaA330 . Dalam program ini, A350 akan memiliki sayap dimodifikasi dan mesin baru, sementara berbagi lintas pesawat yang sama-bagian sebagai pendahulunya. Sebagai hasil dari desain yang kontroversial, pesawat adalah terutama terdiri dari Al-Li , daripada -diperkuat serat karbon polimer (CFRP) pesawat pada 787. Ini adalah untuk melihat masuk ke dalam layanan pada tahun 2010 dalam dua versi: A350-kelas 800 mampu terbang 8.800 nm (16.300 km) penumpang khas dengan kapasitas 253 3-kelas dalam konfigurasi dan 300 kursi (3- ) A350-900 dengan jangkauan 7.500 nm (13.900 km). Hal ini dirancang untuk menjadi pesaing langsung ke 787-9 , dan 777-200ER .
Ada tiga varian A350 dan semua diluncurkan pada tahun 2006. Pada November 2011, A350-900 dijadwalkan untuk masuk layanan pada paruh pertama 2014;. Maka -800 pada pertengahan 2016, dan -1000 pada tahun 2017 Semua varian juga akan ditawarkan sebagai jet perusahaan dengan anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh Airbus Executive and Private Aviation.


Spesifikasi


 Model
A350-800
A350-900
A350-900R
A350-900F
A350-1000
Cockpit crew
Two
Seating, typical
270 (3-class)
276–312 (2-class)
375 (1-class typical)
440 (maximum)
314 (3-class)
315–366 (2-class)
420 (1-class typical)
475 (maximum)
-
350 (3-class)
369–412 (2-class)
475 (1-class typical)
550 (maximum)
Overall length
6.054 m (19,860 kaki)
6.689 m (21,950 kaki)
7.388 m (24,240 kaki)
Wingspan
648 m (2,130 kaki)
Wing area
443  (4,770 ft²)
~460  (5,000 ft²)
31.9°
Overall height
colspan






Fuselage width
596 m (1,960 kaki)
Fuselage height
609 m (2,000 kaki)
Cabin width
561 m (1,840 kaki)
259 t (571,000 lb)
268 t (591,000 lb)
298 t (657,000 lb)
308 t (679,000 lb)
193 t (425,000 lb)
205 t (452,000 lb)


233 t (514,000 lb)
181 t (399,000 lb)
192 t (423,000 lb)


220 t (485,000 lb)

1.157 t (2,550,748.4 lb)[4]



Maximum cargo capacity
28 LD3 or 9 pallets
36 LD3 or 11 pallets

90 t (198,000 lb)
44 LD3 or 14 pallets
Cruise speed
Mach 0.85 (903 km/h, 561 mph, 487 knots, at 40,000 ft/12.19 km)
Maximum cruise speed
Mach 0.89 (945 km/h, 587 mph, 510 knots, at 40,000 ft/12.19 km)
Maximum range
(with passengers and baggage)
15.700 km (8,480 nmi)
15.000 km (8,100 nmi)
19.100 km (10,300 nmi)
9.250 km (4,990 nmi)
Maximum cargo payload
15.600 km (8,420 nmi)
Maximum fuel capacity
129.000 l (34,100 gal AS)
138.000 l (36,500 gal AS)


156.000 l (41,200 gal AS)
Service ceiling
43.100 kaki (13.1 km)


43.100 kaki (13.1 km)
Engines (2×)
Maximum thrust capability